Senin, 02 Maret 2009

Momentum Berkurban

oleh Fivy Miftahiyah

Merayakan? Mungkin tepatnya adalah memaknai 'Idul Qurban. Berawal dari begitu tulusnya seorang ayah yang rela mengorbankan harta teramat berharga yang menjadi miliknya. Seorang anak yang cakap, menjelang remaja dengan performa yang begitu menyejukkan mata dan hati Sang Ayah.


Bahkan kehadirannya pun telah terlalu lama dinantikan. Berpuluh tahun mendambakan kehadiran seorang penerus generasi. Melalui banyaknya perjuangan dan pengorbanan untuk mendapatkannya, akhirnya Allah SWT mengamanahkan seorang anak yang sholih dan mendekati sempurna. Bukankah ini adalah harta yang amat mahal?

Namun, apalah artinya harta dan kesenangan dibandingkan dengan keridhoan dari Sang Pencipta. Barangkali terlalu banyak hamba yang mudah mengucapkan cinta kepada-Nya melebihi cinta kepada harta duniawi. Hingga bila telah datang ujian-Nya, nyata kan terbukti apakah kata yang diucapkan 'kan mampu untuk dijalani.

Kala itu, Ismail menjelang remaja. Dalam usia yang masih belia, ia memiliki pola fikir dan kematangan yang lebih dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Ismail begitu dewasa dan sangat cepat menerima, memahami, sekaligus mengamalkan segala nilai-nilai ketuhanan yang dibawa dan diajarkan oleh ayahnya, Ibrahim AS.

Ketika Ibrahim bermimpi menerima perintah untuk menyembelih Ismail, Ibrahim AS mampu membuktikan cintanya kepada Sang Kholiq melebihi segalanya. Ismail yang begitu tampan dan selama ini menghiasi indah hari-harinya, mesti dikurbankan.... Ibrahim yakin, bahwa dibalik perintah Allah SWT yang begitu mengaduk-aduk perasaannya, tersimpan hikmah yang lebih besar lagi. Dengan sangat hati-hati beliau menceritakan kepada anak kesayangannya tersebut.

"Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah, bagaimana pendapatmu?" Ibrahim menunggu pendapat buah hatinya dengan berdebar.

Ternyata jawaban yang didapatkannya, jauh dari yang dibayangkan. Ibrahim mengira sang buah hati akan mengajukan dulu beberapa pertanyaan. Ternyata pemahaman Ismail akan risalah yang dibawa ayahnya telah jauh lebih tinggi dari yang sewajarnya. Ismail faham betul, bahwa mimpi dari seorang nabi seperti ayahnya, bukanlah sembarang mimpi. Mimpi seorang nabi adalah wahyu, dan perintah Allah SWT tersebut mengandung hikmah tentunya.

" Wahai ayahku..., lakukanlah apa yang diperintahkan-Nya kepada ayah. Insya Allah... engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

Dengan mata terpejam dan hati yang pasrah, Ibrahim AS melaksanakan kurban, menyembelih putera kesayangannya. Dan benar saja ketika hikmah yang diyakini mereka seketika terwujud. Cinta Allah SWT kepada Ibrahim dan Ismail tentu saja melebihi cinta mereka berdua kepada-Nya. Ibrahim yang telah membuktikan bakti cintanya kepada Allah SWT, dianugerahi ni'mat berupa ketentraman dan kebahagiaan yang luar biasa, ketika menemukan putera yang sedianya dikurbankan, diganti oleh Sang Maha Berkehendak dengan seekor kambing qibas. Subhanallah...

Dan Kami abadikan untuk Ibrahim pujian di kalangan orang-orang yang datang kemudian, "Selamat sejahtera bagi Ibrahim" (QS As-shoffat 108-109)

Barangkali kita sebagai ummat penerus para nabi, tak 'kan sanggup menyamai kecintaan mereka kepada Sang Kholiq. Meski demikian, momentum peringatan 'Idul Adha hendaknya mampu memompa semangat kita untuk tetap berusaha meneladani dan mengikuti kecintaan mereka, seoptimal kemampuan yang ada.

Berkurban...tak kan teruji hanya dengan menyisihkan milik kita, untuk diberikan bagi sesama dalam pandangan mata. Mempersembahkan hewan kurban di setiap tahun, juga belum menjamin makna pengorbanan sejati. Berkorban sejati, baru bisa dibuktikan ketika ada keselarasan dzohir berupa amaliah dengan hati dan fikiran. Hati yang senantiasa ridho mempersembahkan amalan terbaik dalam setiap aktivitas. Fikir yang terus menerus menjelajah untuk menemukan terobosan baru bagi kebenaran. Dan amaliah yang 'kan mewujudkan segala 'azam sebelumnya...

Melalui momentum 'Idul Adha kali ini, saya berhenti sejenak untuk meneliti kembali perjalanan yang telah dilalui. Sejauh ini, sudahkah saya berkorban? Allahu a'lam.

http://bunda-nophee.blogspot.com/

Tidak ada komentar: