Sabtu, 20 Juni 2009

Be the First, the Best or be Different

by Iswanti

Suatu malam, secara tidak sengaja, saya menyimak suara Pak Renald Kasali membahas sebuah kalimat bijak ” Be the first, or the best or be different”.

Be the first. Maksudnya, jadilah kita yang pertama, baik jadi ranking pertama dalam hal prestasi, maupun dalam hal inovasi. Contoh yang menjadi the first bisa kita lihat pada moto sebuah produk yang dalam iklannya menyebut “pelopor probiotik pertama”.

Be the best. Kalo ga bisa the first, maka jadilah the best. Yang the best itu belum tentu the first, kan? Seperti sebuah ilklan ” we are not the first but the best.” Ada teman saya yang tidak pernah rangking pertama di kelasnya, dia rangking sepuluh besar, tapi dia dinobatkan menjadi murid teladan karena selain prestasi belajarnya yang baik, juga dia berprestasi di bidang olahraga dan kesenian, juga akhlaknya yang baik dan disiplin. Jadi walaupun di bidang akademik dia tidak rangkng satu tapi dia lah yang terbaik.

Bisa juga menjadi the first dan the best sekaligus. Bisa kita ambil contoh Aqua dan KFC. Mereka adalah pelopor dalam minuman mineral dan ayam goreng. Ketika banyak pesaing, mereka masih bisa bersaing (tak terkalahkan) karena mutu dan pelayanan yang mereka jaga. Jadi mereka bisa dikatakan the first and the best.

Nah, kalo tidak bisa jadi number one dan yang terbaik, maka be different. Bisa dicontohkan seperti film kungfu. Jacky Chan bisa diterima pasar karena kemasan dia yang menyertakan unsur humor pada film laganya. Ini berbeda dengan film-film kungfu sebelumnya yang hanya mengandalkan keahlian kungfu si pemeran utamanya saja, seperti Bruce Lee. Juga yang membuat Jacky Chan beda adalah dia tidak pernah memakai stuntman.

Yang tak kalah bedanya adalah Steven Chao. Dalam hal kungfu (mungkin) dia ga bisa, tapi dia bisa beda dengan film-filmnya Jacky Chan dan film2 laga Mandarin lainnya. Teman-teman pasti sudah tahu, kan Steven Chao ini filmnya lucu, awal-awalnya dia suka o’on dulu, pas lagi kepepet baru deh sakti. Selain itu yang membuat dia beda adalah ternyata selain dia jadi pemain, dia juga ternyata jadi produser, sutradara sekaligus jadi penulis naskah. Karena beda inilah film-filmnya akhirnya bisa diterima public (walaupun filmnya suka ga jauh dari cewek-cewek :P)

Yang bagus memang bisa ketiganya. Ya jadi pionir, ya jadi the best dan ya jadi beda sama yang lain. Tapi kalau salah satu saja ga bisa, ini yang repot, ya selamanya bakal S3 (sana sini susah).

Dalam kehdupan masyarkat Indonesia kini, sudah barang tentu kalimat di atas sangatlah penting bagi menyadarkan para penerus bangsa ini. Apalagi melihat kondisi bangsa yang sedang carut marut ini, sangat dibutuhkan pribadi-pribadi yang berkualitas. Juga tentunya berhati nurani, dong. Agar kita bisa menancapkan kuku kita, mengharumkan nama negara karena kualitas kita.

Sumber : sosbud.kompasiana.com

Tidak ada komentar: