Kamis, 01 Januari 2009

Ketika Pak Muchlas Menghadapi Ujian Naik Tingkat

(Penulis : Ibu Iswanti AD)

Hari Sabtu siang kemarin, senang sekali saya bisa bertemu dengan rekan-rekan guru di sebuah sekolah di mana saya pernah mengajar. Kebetulan saya suka berkomunikasi lewat fesbuk dengan sebagian guru yang masih aktif mengajar di sana. Maka suasana silaturahim saya ke sekolah diselingi dengan acara menusuk, karena ternyata ada guru yang berani uji nyali diakupunktur hehe.

Pak Muchlas adalah guru yang berani uji nyali diakupunktur. Keluhan beliau adalah kaku di leher, pundak dan punggung atas. Saya tidak percaya ketika ia menyebutkan penyebab keluhannya itu. Ia menyebutkan bahwa keluhannya datang setelah ia mengalami goncangan jiwa akibat suatu masalah yang ia hadapi. Setelah selesai penusukan, saya sampaikan ketidakpercayaan saya itu padanya. Bagi saya aneh sekali bila seorang Pak Muchlas yang begitu semangat dan penuh dengan rasa optimisme bisa mengalami keadaan yang rasanya hanya dimiliki orang yang sangat lemah hatinya.

Sedikit tentang Pak Muchlas, beliau ini sebenarnya kerja di sebuah perusahaan swasta dan jabatannya sudah berada di level atas. Karena dedikasi dan rasa tanggung jawabnya pada dunia pendidikan, maka setiap hari Sabtu beliau relakan waktu liburnya untuk mengajar di sekolah dengan bayaran yang tentu saja tidak berarti bila dibandingkan dengan gajinya di kantor.

Pak Muchlas lalu menceritakan pengalamannya ini pada saya dan pada 2 rekan guru yang lain. Dulu Pak Muchlas merasa tidak pernah menyangka hidupnya akan susah. Masa-masa sekolah yang indah, masa kuliah yang penuh gairah dan kebanggaan karena sudah bisa membayar uang kuliah dengan hasil keringat sendiri sehingga menjadikan hidupnya penuh dengan rasa percaya diri.

Suatu masa dalam hidupnya ia pernah tinggal di Palembang. Dengan segala pencapaiannya ia menargetkan hidupnya agar bisa berada pada level teratas, namun ia menemui suatu kegagalan. Ia mengalami pukulan diakibatkan targetnya yang tinggi tapi tidak tercapai, malah segala usahanya hancur berantakan. Lalu Muchlas yang hidup dengan rasa percaya diri yang prima ini akhirnya ambruk. Orangtuanya tidak percaya anak yang mereka banggakan bisa mengalami depresi.

Pada saat down ini, seorang temannya rajin mengirimkan tulisan-tulisan penyemangat baginya. Ternyata tulisan-tulisan yang ditulis secara sederhana ini menyentuh hatinya dan menjadi obat baginya untuk berdiri tegak kembali. Ia rajin mengumpulkan tulisan-tulisan ini yang akhirnya ia didaulat teman-temannnya menjadi seorang motivator.

Apakah cobaan baginya sudah selesai sampai di situ? Ternyata ia masih harus mengikuti ujian agar ia bisa naik level yang lebih tinggi lagi di mata Allah.

Di awal tahun 2009 kembali ia didera cobaan disaat keadaan kehidupannya sudah berada di ambang normal. Mungkin karena terlalu percaya pada orang lain, di tahun itu ia pernah tertipu uang dengan jumlah nominal yang sangat besar. Sebagian dari uang itu adalah uang saham dari rekanan kantornya, maka ia pun kelimpungan untuk menggantikan nilai nominal yang sangat besar itu.

Saat berada pada titik terendah, tiba-tiba istrinya menelponnya memberitahukan tubuh anak bungsunya tersiram air bakso. Menurut keterangan dari RS di Bogor, hanya ada 2 rumah sakit di Jakarta yang sanggup menangani keadaan putra bungsunya ini. Dengan ketiadaan uang di rekeningnya, ia bawa anaknya ke RS swasta yang disebut pihak RS Bogor. Ternyata hari itu juga Pak Muchlas diminta menyediakan uang sebesar 150 juta untuk biaya operasi anaknya. Ketika Pak Muchlas meminta tenggang waktu 3 hari, pihak RS swasta itu dengan teganya tanpa tedeng aling-aling menutup telepon. Saat itu dunia terasa begitu menghimpitnya. Namun ia yakin Allah tidak akan membebani beban yang tidak sanggup ia pikul.

Bagi Pak Muchlas, didera cobaan yang bertubi-tubi ternyata membuat dirinya hidup penuh dengan energi. "Karena cobaan itu saya jadi tambah giat bekerja, Bu. Saya coba mencari bisnis lain yang bisa memenuhi kebutuhan saya akan uang. Dan akhirnya saya bisa bekerja di kantor sambil jualan sekarang. Alhamdulillah Allah memudahkan jalan saya," katanya.

Dengan segala pengalamannya dalam menghadapi badai, Pak Muchlas terlihat begitu tenang menghadapi hidup. Ia merasa Allah mengingatkannya karena ia pernah lupa pada-Nya. Dulu hidupnya selalu dipenuhi ambisi untuk mengejar dunia dengan melupakan akhirat. Ibarat seseorang yang selalu mengingatkan orang yang ia kasihi dengan ucapan namun peringatan itu tidak didengarnya, maka lemparan batu di kepala yang menyakitkan ternyata mampu membuat orang yang bersangkutan sadar dan menoleh siapa yang menegurnya itu.

Kini Pak Muchlas hidup bekerja di dunia untuk mencari kebahagiaan akhirat. Dan dari hikmah segala ujiannya itu, ia selalu ingin menebarkannya pada orang-orang sekitarnya, termasuk pada para muridnya, mengenai tujuan penciptaan kita di dunia ini. Selamat ya Pak, Bapak sudah naik tingkat :)

Tidak ada komentar: